Sepatah kata membuatku terbayang-bayang

 



   Jogjakarta, sebuah kota yang didambakan oleh sekian banyak orang, yang katanya adalah kota pendidikan, kota beraneka ragam budaya dan kepercayaan, kota segala-galanya. Itulah yang ada dibenakku sebelum aku benar-benar merasakan kehidupan di kota itu. Setelah aku merasakan hidup di kota itu yaitu sekitaran 6 bulan belum sampai 1 tahun perkataan yang ada dibenakku tadi memanglah benar, bagiku Jogjakarta merupakan satu dari salah satu kota di Indonesia yang mempunyai keragaman yang sangat universal, baik itu dari segi kehidupannya maupun pendidikannya.

    Aku bertekad dari rumah ke Jogjakarta untuk membuktikan bahwa masih banyak ilmu yang tidak akan aku dapatkan yaitu ketika aku hanya berselancar menyusuri daerah tempat tinggalku saja. Dan ternyata itu memang benar, dikota itu aku belajar dan mengetahui banyak sekali hal-hal yang sebelumnya tidak aku ketahui terutama dari segi bertoleransinya dan keragamannya. Dikota itu aku menempuh pendidikan dibangku perkuliahan tepatnya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kemudian aku bertempat tinggal disebuah pesantren yang berada di kotagede. Mengapa aku memilih pesantren sebagai tempat tinggalku?...... jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah aku mempunyai anggapan bahwa pesantren merupakan tempat untuk para pencari ilmu agama islam secara mendalam, dan aku memiliki keyakinan bahwa diriku masih lemah dalam bidang keimanan jadi agar kadar keimananku tetap terjaga aku memutuskan untuk tinggal disebuah pesantren. Suasana pesantren walaupun sangat sederhana akan tetapi aku sangat menikmati rasa kesederhanaan itu.

    Itulah sekelumit pernyataan dari diriku.......:)


    Suatu hari aku bertemu dengan teman-teman lamaku melalui media visual yaitu melalui video call whatssapp. Kita berada ditempat yang saling berjauhan namun dengan adanya media visual tersebut memudahkan kita untuk berkomunikasi. kita berbincang sana-sini mengingat masa lalu.

    Kemudian salah satu dari beberapa temanku itu bertanya kepadaku, kenapa kehidupan dalam dunia spiritualitasmu (ngaji dipesantren) tidak kamu ekspose dalam artian dibuat SW atau snap instagram? kurenungi sejenak perkataan dari salah satu temanku itu. Dan akhirnya kujawab seperti ini, aku jarang sekali mengekspose kehidupan spiritualitasku, itu benar aku mengakuinya. namun ada hal yang perlu kita ketahui bahwa kehidupan nyata seseorang itu tidak bisa dibuktikan melalui SW atau snap instagram semata bahkan terkadang ada yang kehidupan nyatanya itu berbanding terbalik dengan apa yang telah dishare atau dibagikan di SW atau snap instagram. Aku lebih memilih untuk tidak mengekspose dunia spiritualitasku agar aku ketika bergaul dengan teman-temanku yang kurang dalam segi spiritualitasnya itu tidak canggung karena begini dan begitu. Akhirnya temanku itu memberikan apresiasi kepadaku.

    Aku memiliki sebuah pegangan dalam kehidupan yang mana sebagai berikut, jadi setiap orang itu harus bisa bermanfaat untuk orang lain. dari beberapa patah kata itu aku sering merenunginya, dan meang benar sebodoh-bodohnya manusia itu dianggap pintar ketika orang itu memberikan kemanfaatan untuk orang lain.

Sekelumit tulisan yang aku tulis karena aku terbayang-bayang dengan perkataan salah satu temanku......

semoga bisa berkah bagi pembacanya......:)

Komentar

Postingan Populer